Sudah hampir setahun kehidupan kita berubah semenjak Corona melanda dunia dan negeri ini. Kemunculannya sudah pro kontra dari awal. Ada yang percaya sehingga ketakutan adapula yang meremehkan dengan dalih konspirasi. 


Saya termasuk orang yang adem ayem semenjak Covid hadir meski saya bekerja di Rumah Sakit. Mencoba untuk tidak khawatir berlebihan tetapi juga tidak mau meremehkan. Bagiku, makhluk kecil bernama Covid itu adalah makhluk Allah juga, seperti yang pernah tak sampaikan pada tulisan ini; (Menurut Jon Pardon, Corona bukan Ciptaan Manusia) 


Tapi memasuki bulan Nopember 2020 saya menjadi orang yang sedikit punya mental tidak sehat karena si Covid ini menjadi semakin dekat. Dulu semuanya cuma terdengar lewat berita. Sekian positif, sekian negatif, sekian meninggal, sekian sembuh. Tetapi sekarang informasi itu ada di sekitar. Dia positif, dia dirawat, dia meninggal karena si Covid. Dan sebagian dari dia-dia itu ada orang yang saya tahu dia siapa, pernah bertemu walau tidak kenal, bahkan semakin kemari dia-dia itu sebagiannya adalah orang yang saya kenal, tidak hanya kenal bahkan sering nongkrong. Semua membuat mental ini semakin parno. Sampai-sampai pernah pada suatu saat saya seperti kena Psikomatik. Setiap mendengar berita tentang Covid badan ini serasa merasakan apa yang diceritakan. Yang sesek lah, yang lemes lah, yang tenggorokan gatal lah. Bahkan sempat beberapa kali saya cek saturasi untuk memastikan kondisi baik-baik saja. Dan insya Allah baik-baik saja. 


Ditengah situasi yang embuh itu hadir kabar sedikit positif yakni telah tersedianya vaksin dan siap segera didistribusikan ke masyarakat dengan mengutamakan Tenaga Kesehatan. Kabar ini pun pro kontra lagi. Banyak yang menyangsikan karena ragu bahkan takut dengan Vaksin tersebut. Ketakutan yang muncul berasal dari banyaknya berita negatif yang beredar pula. Sampai akhirnya Badan POM mengeluarkan keputusan bahwa vaksin yang akan digunakan aman, MUI pun menyatakan Halal. Walaupun itu semua tidak menghilangkan ketakutan dan keraguan masyarakat. Tidak jauh-jauh, di kalangan teman-temanku yang mereka punya basic keilmuan kesehatan pun masih banyak yang takut untuk disuntik.


Tetapi saya tidak termasuk orang yang ragu dan takut. Bukan karena menganggap diri sakti, tetapi setelah melalui perenungan-perenungan kecil-kecilan saya meyakini prinsip. Yakni, vaksin itu adalah wujud ikhtiar untuk menyehatkan diri dan melindungi orang lain. Wujud ikhtiar, bukan alat. Karena yang membuat kita kebal, sehat, atau sakit adalah Allah. Salah jika saya merasa bahwa vaksin itu adalah jaminan agar saya kebal. Salah jika setelah divaksin saya merasa tidak mungkin terserang penyakit karena Allah saja yang mempunyai kekuatan untuk membuat kebal dan sakit. Bukan vaksinnya. Salah juga ketika saya takut atau tidak mau di vaksin karena punya fikiran jika divaksin maka saya akan terkena efek negatif, saya akan kena penyakit ini itu, atau bahkan saya takut mati jika nanti disuntik vaksin. Kecuali jika memang terdapat penelitian oleh lembaga yang kredibel bahwa vaksin tersebut memang menimbulkan efek samping yang membahayakan. Jika ketakutan tanpa alasan itu dipelihara takutnya menghilangkan Allah juga dalam setiap mengambil tindakan. Menjadi tidak yakin jika Allah pulalah yang memberikan sakit. Tidak apa jika takut dan tidak mau, asal dengan landasan yang kuat.


Akhirnya hari ini tersuntikkan pula vaksin ke dalam tubuhku. Sebagai wujud ikhtiar, selanjutnya Allah lah yang akan menentukan, Allah lah yang akan memberikan kebal dan sehat. Vaksin itu hanya perantaranya. Allah pula yang punya hak menguji orang dengan sakit. Maka akan sehat atau sakit diriku setelah di vaksin biarlah itu menjadi hak Allah semata. Saya hanya melaksanakan ikhtiar. Ini salah satunya, ikhtiar-ikhtiar yang lain mari tetap laksanakan.