Tanggal 25 Desember selalu menjadi hari yang menyenangkan. Ya, ini hari Natal. Saya senang bukan karena ikut merayakan hari Natal tapi karena setiap tanggal ini pasti prei. Lumayan bisa ngaso-ngaso gak harus berangkat ngode

Ada hal yang rame atau paling tidak selalu dibahas pada setiap Natal tiba. Perasaan tahun kemarin, dua tahun yang lalu dibahas, tiga, lima, bahkan sepuluh tahun yang lalu mungkin dibahas juga, yaitu tentang hukum orang Islam mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang Nasrani. Sama kasusnya seperti bulan Ramadhan, puasa Ramadhan sudah kita lakukan bertahun-tahun tapi mesti setiap datang bulan Ramadhan pasti masih rame saja perdebatan shalat tarawih itu 11 atau 23 rokaat. Kita seperti selalu berjalan pada jalan yang sama. Kapan sampai tujuan?

Saya mung cukup jadi penonton saja karena bagiku yang paling penting ditanyakan terlebih dahulu bukanlah boleh apa tidaknya tetapi penting apa tidak? ibarat kata ada orang bertanya boleh nggak pergi ke Jakarta naik kereta? tentunya orang yang bertanya seperti itu harusnya adalah orang yang mau pergi ke Jakarta. Lha nek orang tidak mau pergi ke Jakarta kok berdebat boleh nggak ke Jakarta naik sepur kan lucu to?

Nah kembali ke konteks pengucapan selamat Natal. Sebelum debat masalah boleh apa tidak harusnya dibahas dulu penting apa tidak? kalau penting baru ayo kita diskusikan boleh tidaknya. Sebagian orang menjawab "penting" karena itu adalah bentuk dari toleransi kita terhadap umat agama lain. Dan saya tidak bersepakat atas jawaban itu. Kalau toleransi hanya diukur dari mengucapkan atau tidak perayaan hari besar umat lain kok yo kayaknya makna toleransi jadi sempit buanget.

Saya hidup berdampingan dengan beberapa orang non Muslim. Saya punya beberapa teman Nasrani yang saya kenal waktu sekolah SD. Sampai sekarang hubungannya baik. Saya menghargai ibadahnya dan mereka menghargai ibadahku. Dikala libur kita sering ngumpul bareng, ngopi bareng, ngrokok bareng, dongengan bareng dan tidak ada masalah diantara kita. Bukankah itu sudah toleransi yang luar biasa?. Jahat sekali jika hanya karena tidak mengucapkan selamat Natal saya tidak dianggap toleran.

Maka saya memutuskan untuk tidak mengucapkan selamat Natal karena bagi saya tidak penting. Saya sudah mewujudkan toleransi dengan teman-teman saya yang Nasrani melalui pergaulan yang baik dan saling menghargai satu sama lain. Jadi menurut saya, saya sudah sangat toleran. 

Jadi sebelum ramai bertengkar karena perdebatan mengenai boleh atau tidak marilah kita jawab dulu pertanyaan penting atau tidak? Apalagi jika tidak punya teman, kerabat, saudara, tetangga yang Nasrani, lha mau mengucapkan buat siapa? Toleransi itu luas, jangan cuma diukur dari pemberian ucapan.